IN-ON-IN Service Learning Student Centered Learning
Menjadi seorang pemimpin tidak bisa instan, tetapi selalu mengandaikan proses panjang, bertahap, dan realitas jatuh-bangun melalui program pendampingan yang terarah. Pendampingan seorang kepala sekolah (existing) harus terstruktur, mempertimbangkan strategi yang tepat, dan pendekatan khusus In Service learning I, On the Job Learning, dan In Service Learning II sebagai satu kesatuan dan keutuhan. “Sudah ada ketentuan dari Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah(LPPKS) Indonesia dalam bentuk In Service Learning I, On The Job Learning, dan In Service Learning II yang membutuhkan durasi waktu 310 - 330 jam. Ketentuan itu tidak bisa ditawar-tawar lagi bagi seorang kepala sekolah untuk dapat mengantongi sertifikat kepala sekolah dengan standar kompetensi minimal kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan,” demikian penegasan Master Trainer LPPKS Yohanes Manggar di sela-sela kegiatan pelatihan kepala sekolah Santo Aloysius, di Pusdiklat Marwita Magiswara, Bandung, baru-baru ini. Desain program pelatihan sudah baku yang dikeluarkan oleh LPPKS berkolaborasi dengan Pusdiklat Marwita Magiswara melahirkan model pelatihan plus. Hal Ini diharapkan menjadi jaminan bagi para almamater Marwita Magiswara, tidak hanya berhak menyandang sebagai kepala sekolah bersertifikasi, tetapi juga mempunyai pengetahuan lebih dalam kepemimpinan, manajemen mutu, pendidikan holistik, values leadership, dan sikap hidup disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik sekolah swasta. Sesuai dengan subyek peserta pelatihan para kepala sekolah maka model pendekatan penyampaian materi sedikit mungkin metode ceramah, sebaliknya peserta justru akan mendapatkan modul-modul belajar mandiri sebagai sarana sumber belajar. Program In Service Learning I, On the Job Learning, dan In Service Learning II sudah ada rambu-rambunya yang dikemas rapi dalam modul-modul yang sudah disiapkan oleh LPPKS. Secara garis besar modul-modul menawarkan studi kasus sebagai bahan pembelajaran para peserta yang harus diselesaikan berdasarkan teori dan praktek sebagai kepala sekolah.Desain modul cukup banyak mengangkat studi kasus agar para peserta dapat menggali sendiri literatur pendukung seperti: buku, media massa, termasuk sumber-sumber yang ditawarkan melalui sarana internet. Berangkat dari modal inilah para peserta kemudian dituntut melakukan pengembangan salah-satunya menjadi program supervisi bagi para rekan-rekan guru. Menurut Manggar supervisi ini sangat penting, tetapi banyak kepala sekolah jarang memanfaatkan sarana ini secara efektif karena berbagai alasan termasuk keengganan, puas dengan kondisi yang ada sekarang ini, dan tentu alasan resistensi yang datang dari para rekan-rekan gurunya. Itu bisa terjadi karena pemahaman tentang supervisi dikalangan kepala sekolah dan guru masih banyak yang salah-kaprah. “Selama ini supervisi selalu diidentikkan dengan kegiatan memata-matai, pemborosan waktu untuk kepala sekolah, dan pandangan negatif lainnya. Oleh karena itu peserta harus kembali kepada rambu-rambu yang tersedia dalam modul. Tahap-tahap pelaksanaan seperti apa? Teori-teori yang mendukung untuk melaksanakan supervisi apa saja? Disamping itu, tentu berkaitan dengan bagaimana implementasinya di lapangan,” tandas Manggar. Jika semua konsep dan prosedur dijalankan sebagaimana mestinya maka dipastikan kegiatan supervisi tidak akan berdampak menakutkan, tetapi justru menjadi media efektif untuk menyelesaikan setiap masalah di lapangan. Oleh karena itu supervisi benar-benar berperan menentukan terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah masing-masing. Contoh seorang kepala sekolah yang melakukan supervisi terhadap beberapa guru yang sedang menyampaikan materi bahasan tertentu dalam suatu kelas berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pendekatan pembelajaran, dan pemilihan assesmentnyasang kepala sekolah bisa mendapatkan masukan yang berbeda dengang guru lain yang kebetulan sedang menyampaikan materi bahasan yang sama. Di sinilah pentingnya supervisi dengan berbagai keunggulan dan kelemahan masing-masing guru, sang supervisor dapat memberikan masukan untuk mengefektifkan proses dan hasil pembelajaran. Untuk itu sang supervisor hendaknya mempunyai bekal cukup dalam analisa kebutuhann (AK) dan pengembangan keprofesian (PK). Melalui supervisi juga, setiap saat para guru dapat didorong untuk terus-menerus mengembangkan pembelajaran secara inovatif kreatif, metode yang atraktif, serta sumber belajarnya yang inspiratif

Copyright © Marwitamagiswara.org. All Rights Reserved